Taipei memang unik. Ada cerita ketika dulu awal warganya lari dari China daratan (China saat ini), semua barang yang kecil dan berharga sengaja dibawa dengan bertaruh nyawa ke Taiwan. Jadi secara tidak langsung, budaya China justru lebih mengakar disini ketimbang di aslinya sana. Artifak, batu giok, peninggalan filosof dan berbagai barang berharga milik raja-raja China banyak yang bisa dinikmati oleh pecinta wisata di Taipei. Oleh karena itu tidak mengherankan apabila di Taipei terdapat Confusius Temple.
Ketika malam ini saya bersama rekan mencari makan malam di sebuah nightmarket dekat hotel (yang ternyata berkeringat juga jalannya..), kami melewati salah satu temple yg terbesar di Taipei : Longshan Temple. Beruntung malam ini sedang diadakan upacara besar-besaran (saya sendiri tidak tau ini mengenai apa). Terdapat banyak tari-tarian, pawai mobil, barongsai sampai dengan mercon dan petasan yang tidak berhenti menyelak. Sampai sakit telinga ini. Walaupun demikian, menyenangkan dapat melihat kebudayaan asli lokal sini. Souvenir? saya melihat banyak sekali orang yang menjual teko teh.
Saya kemudian teringat sebuah buku yang mengajarkan filosofi china mengenai teh. Bahwa apabila kita menjamu tamu dengan teh, sebaiknya gelas kita terlebih dahulu yang dituang, baru gelas tamu. Bukan bermaksud sombong atau tidak menghormati tamu. Tetapi justru karena kelezatan teh terletak di layer kedua. Dengan menuang gelas kita terlebih dahulu, kita justru menghormati tamu karena bagian terlezat dari teh akan dinikmati oleh tamu kita.
Karena tidak yakin dengan kehalalan dan higienitas makanan di pinggir jalan Huaxi St Night Market, kami memutuskan untuk makan malam di restauran lokal yang menyatu dengan Carrefour, chain retail asal Perancis. Mata saya dibuat terbelalak ketika tau bahwa Carrefour di Taiwan tidak hanya bermain di retail, tetapi juga di telekomunikasi. Carrefour Telecom adalah perusahaan yang menyediakan layanan provider operator telepon. 'World is Flat' brother..
Oiya, ada satu hal yang membuat saya sangat gondok ketika tiba di Taipei, karena telp saya tidak bisa dipakai. Satu minggu sebelum keberangkatan saya sengaja mencari tau ke operator telpon yg saya pake mengenai partnernya di Taiwan. Maksudnya ya biar saya bisa berhubungan mudah dengan keluarga dan rekan di Indonesia. Ternyata kenyataannya berbanding terbalik, bahkan menerima sinyal dari operator lokal (termasuk yg katanya sdh partneran sama operator saya) pun tidak. Saya jengkel setengah mati. Ini kejadian kedua, yang pertama ketika saya di Ternate juga tidak ada sinyal sama sekali. Menyedihkan.