Hualien. Tempat diadakannya Asia Tourism Forum 2010. Kota yang berada di pesisir kanan pulau Formosa ini terasa sangat lengang dibandingkan Taipei. Sebagai sebuah ibukota provinsi, Hualien terkesan bersahaja. Ditempuh dengan jarak tempuh 30 menit via udara atau 3 jam via darat (kereta cepat), Hualien seperti menyambut hangat dengan senyuman. Sebetulnya tidak banyak flight yang terbang ke kota ini, tetapi bandara yang terletak di pinggiran kota berdiri dengan sangat megah.
Ingatan saya kemudian melayang ke Bandara Hussein Sastranagara di Bandung. Terngiang kembali perkataan seorang rekan dari ASITA bahwa bandara ini masih belum bisa di tebalkan run down nya karena terdapat protes dari yang kalah tender. Saat ini, dana 55 milyar untuk bandara Hussein menganggur dan hampir terbengkalai. Menyedihkan.
Bandara Hualien berkebalikan dengan Bandung. Walaupun penerbangan yang masuk sangat sedikit, hanya bisa dengan penerbangan domestik TransAsia Airways (pesawat ATR72) tetapi bandaranya dibangun dengan megah. Pemerintah lokal Hualien pastilah sangat paham bahwa bandara adalah etalase pertama peradaban sebuah kota, selain sebagai hub.
Peran bandara ini menjadi strategis ketika kita berbicara konteks pengembangan kota. dalam sebuah artikelnya, Nick Stevens dari School of Urban Development, Queensland University of Technology, menyebutkan,"from a wider metropolitan perspective they (airports) are emerging as important sub-regional activity centres with growing complexity of land use, infrastructure, transport, environmental impacts and implications and stakeholder relations".
Jadi saat ini, airport sudah menjadi bagian yang tidak dapat terpisahkan dari perkembangan sebuah kota. Ini bukan saja menjadi sarana perhubungan, tetapi sudah menjadi simbol ke'aku'an dan kekinian. Airport Hualien sangat 'aku' walaupun tidak terkini. Bandara Hussein? Wallahualam.
No comments:
Post a Comment