Monday, April 19, 2010

2010 - Saatnya Take Off

Pariwisata adalah salah satu sektor ekonomi global terbesar dan kontributor signifikan bagi perekonomian beberapa daerah dan daerah di sekeliling dunia. Dalam periode tahun 2008, tercatat sebesar 922 juta kunjungan wisatawan internasional dengan penerimaan devisa dari kunjungan sebesar US$ 944 miliar. Hal tersebut berarti industri pariwisata dan perjalanan wisatawan secara global menyumbangkan 9,6% dari PDB secara global dan 7,9% terhadap penyerapan tenaga kerja secara luas.

Tahun 2009 lalu mungkin menjadi tahun yang sulit bagi dunia industri pariwisata secara global. Krisis ekonomi global telah mempengaruhi kegiatan pariwisata, sehingga UNWTO memproyeksikan pertumbuhan kunjungan wisatawan akan menurun. Imbasnya industri pariwisata Indonesia juga mengalami penurunan dalam periode tersebut. Dalam Indeks Daya Saing Pariwisata dan Perjalanan yang dikeluarkan Forum Ekonomi Dunia (WEF) di Swiss, Rabu 4 Maret 2009, Indonesia turun satu peringkat. Pada tahun 2008 Indonesia menempati posisi 80 dari 130 negara, namun tahun ini turun ke posisi 81 dari 133 negara.


Di kawasan Asia Tenggara, Indonesia kalah bersaing dengan industri perjalanan dan pariwisata Singapura yang menduduki peringkat sepuluh dalam daftar tersebut. Padahal tahun sebelumnya, Singapura menduduki posisi ke-16. Indonesia juga jauh berada di bawah Malaysia (32), dan Thailand yang naik dari posisi 42 (2008) ke posisi 39. Negara tetangga Brunei Darussalam yang tahun lalu belum masuk daftar Indeks ini, langsung melompati Indonesia dan bertengger di peringkat 69.

Namun kondisi penurunan tersebut tidak berlangsung lama. Perlahan tapi pasti angka pertumbuhan kunjungan wisatawan internasional ke Indonesia bergerak kearah yang positf. Hingga pada penutupan tahun 2009 angka kunjungan wisatawan internasional telah mampu memenuhi target yang dicanagkan oleh DEPBUDPAR sebanyak 6,4 juta kunjungan wisman dengan angka pertumbuhan sebesar pertumbuhan 0,4% dari tahun 2008.Walaupun pertumbuhannya sangat minimal, tetapi ini menjadi sangat spesial karena pariwisata Indonesia tumbuh diantara gelombang krisis finansial dunia.

Jauh sebelumhya kondisi pasar wisatawan secara global mulai menunjukan prospek yang lebih kuat pada quartal ke empat tahun 2009 dan mulai mengindikasikan untuk segera pulih di tahun 2010 pasca krisis ekonomi global. Dengan adanya revisi lanskap kondisi makroekonomi oleh International Monetary Fund (IMF) yang diawali dengan peningkatan statistik pariwisata.

Para ahli yang tergabung dalam UNWTO mengisyaratkan optimisme terhadap pertumbuhan kondisi pasar. Data menunjukan rata-rata pertumbuhan kedatangan pasar internasional hanya turun sebesar 4% pada bulan Juli tahun ini, hal ini relatif lebih baik ketimbang rata-rata penurunan pada bulan May dan Juni yang masing-masing mencapai 10 % dan 7 %. Banyak destinasi wisata menunjukan pola perlambatan pertumbuhan yang serupa kearah yang lebih baik. (IMF) bahkan baru-baru ini menyatakan pemulihan ekonomi global terjadi secara signifikan lebih cepat dari yang diharapkan.

Proyeksi yang tentunya sangat menggembirakan terlebih lagi secara regional, Kawasan Asia diharapkan oleh UNWTO untuk dapat melanjutkan pertumbuhan positifnya selagi pertumbuhan kunjungan wisatawan negara-negara di kawasan Eropa dan Amerika beranjak pulih secara perlahan. Ya, tahun 2010 adalah ‘tahun perubahan’ bagi pariwisata secara global.

Gong transformasi pariwisata internasional dimulai pada penghujung tahun 2009 lalu, tepat setelah rampungnya konferensi iklim dunia di Kopenhagen.

Negara-negara di dunia kini memiliki misi besar dalam industri pariwisata dengan paradigma green economy yang berujung pada kebijakan pengembangan pariwisata green tourism.

Negara-negara di kawasan ASEAN yang menjadi tulang punggung industri pariwisata internasional tahun 2009 yang lalu, telah berinisiatif melalui ASEAN Tourism Forum untuk menjadikan 10 negara anggotanya sebagai jantung dari green tourism dengan mengemban satu misi bersama yaitu konservasi.

Konsep green tourism secara tradisional menekankan pada perlindungan lingkungan. Namun saat ini istilah tersebut telah berkembang. Green tourism kini tidak semata-mata pada perlindungan fisik, tetapi harus “green” dari segi sosial, budaya dan lingkungan fisik.

Di kawasan ASEAN sendiri, peluang pengembangan green tourism dimunculkan dari para pengunjung dan masyarakat lokal. Kondisi bentang alam, lingkungan yang menunjang, keberagaman satwa liar dan peninggalan budaya yang menjadi dasar untuk menarik wisatawan.

Tantangan yang dihadapi adalah untuk menciptakan manfaat ekonomi yang lebih tinggi dengan berbagai macam pariwisata kreatif dan meminimalisir dampak negatif yang diakibatkan oleh peningkatan pengunjung di suatu lingungan dan komunitas lokal.

Indonesia mengawali tahun 2010 dengan pencanangan tahun kunjungan museum. Suatu tugas berat yang diemban untuk melestarikan dan memperkenalkan peninggalan budaya dan sejarah yang kita miliki. Melihat kondisi museum-museum yang ada dengan status “hidup segan mati tak mau”, tentunya dibutuhkaan pembenahan diberbagai bidang. Namun bukan berarti hal tersebut menjadi mustahil, semua tergantug dari kinerja dan sinergi para stakeholder pariwisata yang terkait.

Untuk itu mari kita bersama-sama mengsukseskan program yang telah dicanangkan. Sekarang adalah waktu yang tepat untuk bertindak.





No comments:

Post a Comment