Tuesday, January 4, 2011

Eat, Pray and Tourism



Masih ingat film yang dibintangi oleh Julia Robert : Eat, Pray and Love (2009)? Mengisahkan seorang wanita yang mencari jatidiri dan cintanya dengan mengunjungi berbagai tempat dan akhirnya terpikat oleh Bali.  Pesan yang terkandung di dalamnya sangat clear : bahwa manusia akan terus bergerak dinamis untuk mencari tahu siapa dirinya, dan apa yang membuatnya bahagia.

‘Hip’ dari social media yang saya tulis sebelumnya mengukuhkan perjalanan spiritual seorang manusia. Ketika kita saling berhubungan dengan yang lainnya hanya dengan satu ‘klik’, maka koneksitas pertukaran pikiran, budaya dan knowledge terjadi begitu saja. Upscaling mind, body and soul menjadi habit. Manusia pada akhirnya akan kembali kepada dirinya sendiri.

Kondisi di atas menggejala di dunia. Pembengkakan konsep postmodernisme, anti kapitalis dan social-oriented person menggelembung dengan pesat. Globalisasi mendapatkan lawan dengan localism. Perubahan konteks ini mempengaruhi pola konsumsi wisatawan dunia secara langsung.

Dari semua prediksi untuk tahun 2011, JWT Intellegence (2010) memuat beberapa trend untuk 2011 yang harus mendapatkan perhatian khusus, antara lain : nanobrewer (kecenderungan traveler untuk menikmati local home-made beer), space travel, culinary calling card, dll. Secara khusus, laporan ini menyebutkan bahwa kulinari masih akan menjadi bagian pariwisata dunia. Tahun 2011, akan memunculkan profesi baru, yaitu Beer Somelier (wow!) karena bertambahnya apresiasi konsumen terhadap minuman jenis ini. Majalah Food & Wine bahkan sudah memilih satu Beer Expert diantara tujuh Somellier of the Year. FYI, nama keren dari Beer Somelier adalah “Cicerone”. Hmmm..tertarik? ikuti sertifikasinya di : http://www.cicerone.org


Watch out juga untuk yang satu ini : Molecular Gastronomi. This is where science meets cuisine. Diprakarsai oleh Hungarian-born physicist dan cooking enthusiast Nicholas Kurti yang bersama memahami masakan tradisional melalui kacamata physical science. Pada saat yang sama, kimiawan Perancis, Herve This, memakai term yang sama untuk penelitian scientific-based culinary-nya.  Ketika keduanya bertemu, molecular gastronomi akhirnya menjadi scientific discipline. Tulisan  mengenai molecular gastronomi ini akan dikontribusikan di blog ini oleh sahabat saya, the molecular freaks : Chef Andrian Ishak. It’s the next BIG thing fellas! Watch out!

Culinary, sebagai salah satu source of tourism crowd tidak akan pernah ter-saturated.  Some people memandang ini sebagai komplimentari, tetapi beberapa menganggap sebagai religi. Tourism back to basic. Mengembalikan kembali pariwisata ke hakikatnya sebagai pemenuhan kebutuhan spiritual manusia memang akan kembali ke jenis wisatawannya. Tetapi hal ini, sekali lagi, mengedepankan value, bukan aspek konsumsinya.

Ketika Bali Spirit Festival dimulai pada tahun 2008, dengan persiapan hanya 3 bulan menghasilkan value yang luar biasa bagi founder dan community. Festival ini telah menciptakan visi yang luar biasa dalam konteks pencarian diri melalui global music, community involvement, spectrum of yoga dan international dace. Tahun 2011 ini, Festival Bali Spirit akan dilaksanakan kembali di Ubud tanggal 23-27 Maret 2010. Follow them on @balispiritfest

Spiritual tourism dalam arti yang sangat luas ini memunculkan pola koneksitas dengan common interest. Wisatawannya dare to stay in longterm dan terikat penuh kepada passion-nya. Involvement menjadi basic, tetapi keterlibatan yang sebenarnya adalah keterikatan emosi dan hati dengan lokus kunjugannya.

Proses pencarian diri ini sekarang menempel ketat pada aktivitas pariwisata.  Secara kontekstual, pariwisata ini akan lebih sustainable.  Tidak hanya economic suatain, tetapi juga community sustained. Apalagi rainbow yang diperlukan untuk pariwisata kita? 

No comments:

Post a Comment