Gagasan SBY untuk menggabungkan pariwisata dan ekonomi kreatif mempunyai banyak pembenaran. Kabinet Indonesia Bersatu II resuffle memang menuai kontroversi karena begitu banyaknya posisi wakil menteri. Khusus buat Kementrian Pariwisata, keputusan strategis untuk memindahkan Kebudayaan ke Kementrian Pendidikan Nasional berdampak kepada titik fokus dan konsentrasi.
Gerbong Pariwisata memang terlalu berat apabila disinggahi oleh Kebudayaan. Secara prinsip bisa, tetapi secara implementasi sulit dilaksanakan. Garis singgung Kebudayaan dan Pariwisata, secara keilmuan, ada di outer ring. Kebudayaan sebagai value of life tidak bisa diselaraskan secara langsung kepada Pariwisata, tetapi Kebudayaan sebagai Seni lebih memungkinkan. Perbedaan pandangan ini telah terjadi bertahun-tahun, menimbulkan dampak sistemik negattif pada pengelolaan yang berdomain Pariwisata. Saling silang, senggol dan sindir menyertai duo Kebudayaan (baca: budayawan} dan Pariwisata.
Nah, secara implisit, Pariwisata dan Ekonomi Kreatif bisa bernasip sama. Pertemua keduanya juga di ujung, bukan di proses ataupun di inner ring. Perbedaan terbesar adalah bahwa sekarang terdapat posisi Wamen. Peran wakil menteri ini yang akan menentukan. Beruntuk Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif mempunyai wakil menteri yang cerdas dan berhaluan Pariwisata yang kuat. Fokus, konsentrasi dan akurasi diharapkan tetap terjaga.
Masuknya Marie Elka Pangestu juga akan memberikan aroma 'dagang' ke Kementrian Pariwisata yang selama ini dikenal dengan programnya yang sangat 'Publik'. Menurut saya, it's good. Sudah saatnya Kementrian Pariwisata berpikir bahwa setiap program yg dilakukan adalah investasi, bukan ekspenses. Every single penny, harus kembali ke pangkuan ibu pertiwi.
Penjelasan pernyataan di atas sangat debatable (baca : bisa didebat). Rasionalisasinya begini : kementrian Pariwisata saat ini sudah masuk ke koordinasi Menko Ekuin. Pergeseran ini berarti besar. Artinya pariwisata diharapkan menghasilkan uang. Pragmatisme bahwa pariwisata harus juga mempunyai value sosial dan budaya tidak perlu dipertanyakan. Tetapi value ekonominya harus lebih besar. Value sosial dan budaya itu seperti value safety di penerbangan. Harus. Dan nilai ekonomi adalah fokus yg dikejar.
Dampak pergeseran fokus value tersebut seharusnya diikuti oleh inovasi perhitungan indikator keberhasilan Kepariwisataan, baik nasional maupun di daerah. Seharusnya keberhasilan sektor kepariwisataan yang dihitung sudah bukan lagi : lama tinggal wisatawan, spending power wisatawan, moda transportasi, asal wisatawan dan berbagai ukuran umum yg ada. Tetapi beranikah Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif mematok ukuran keberhasilan dari : Return on Investment, Value of Marketing Impacts, bahkan apabila diperlukan Return on Assets. Wallahualam.
Hai Pak!
ReplyDeletequite excited dengan mari elka pangestu regime nih..one question pak,what makes bali what it is right now (in terms of demands in tourism),and why dont the other province/region cant be like Bali? thanks pak,keep firing on all cylinders!:)