Tuesday, June 8, 2010

Mispersepsi Klasifikasi Bintang Hotel


Hari Sabtu lalu, tanggal 5 Juni 2010, saya menghadiri penyerahan piagam bintang lima kepada Novotel Bogor. Senang sekali melihat semangat General Manager dan karyawan Novotel Bogor yang terlihat begitu antusias menyambut naiknya predikat bintang, yang berarti pula naiknya kualitas hotel tersebut. Selamat!

Beberapa kejadian yang bagi saya menarik adalah ketika Sekda Kabupaten Bogor (tadinya saya pikir Novotel ada di wilayah Kota Bogor, ternyata salah) Hj Nurhayanti membacakan sambutan Bupati Kabupaten Bogor yang berhalangan hadir. Secara keseluruhan pidato itu sangat normatif sampai kepada pembahasan betapa Novotel Bogor adalah pembayar pajak yang taat dan diharapkan di tahun-tahun mendatang, karena bintangnya sudah naik, pajak yang dibayarkan kepada pemerintah daerah juga lebih banyak lagi. Disebutkan dalam sambutan tersebut bahwa pada tahun yang lalu Novotel Bogor menyumbang 1,9 Milyar kemudian meningkat menjadi 2,3 Milyar melalui pajak hotel. Seharusnya, menurut beliau, tahun depan pajaknya bisa lebih meningkat lagi, kan sudah jadi bintang lima. Saya tersenyum kecut.


Sertifikat bintang di perhotelan saat ini tidak berbanding lurus dengan kuantitas fasilitas yang dipunyai. Kualifikasi yang ada jusru penuh dengan atribut pelayanan yang seharusnya dipenuhi oleh hotel yang bersangkutan, bukan secara fisik bangunan atau penambahan kamar yang pada akhirnya akan mengakibatkan penambahan revenue dari kamar. Apabila ada konsep penambahan fasilitas untuk kenyamanan tamu, tentu saja secara kelayakan tetap harus ditingkatkan, tetapi bukan itu arti penting menjadi bintang lima.

Klasifikasi bintang ini sejatinya dipakai untuk kepastian bagi tamu/pelanggan yang akan menginap di hotel tersebut. Service guarantee ini sangat lazim diaplikasikan kepada berbagai services business, seperti McDonalds yang memakai jam pasir untuk menandai waktu pelayanannya, atau di Bank BCA yang juga memakai jam, atau bahkan Carrefour yang akan mengembalikan uang apabila kita menemukan barang yang lebih murah di tempat lain. Konsep service guarantee ini sekarang juga sedang menjamur dipakai oleh perusahaan-perusahaan non-service (goods) dengan berbagai sertifikat ISO, secara langsung menandakan kualitas proses pengerjaan barang yang tidak mungkin dilihat oleh customernya.

Beberapa mispersepsi ini semakin menjadi-jadi setelah klasifikasi bintang juga dijadikan alat klarifikasi dalam penentuan pajak hotel daerah dan retribusi. Menurut banyak Pemkot/da, semakin banyak bintangnya, berarti semakin banyak pemasukan. Padahal juga semakin banyak pengeluaran, semakin berat beban moral untuk menjaga kualitas dan semakin banyak bersaing dengan hotel chain internasional.







No comments:

Post a Comment